MAKALAH
“HAKIKAT DAN KEGUNAAN
ILMU
Nursiah_H0417334
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULAWESI BARAT
2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya makalah yang berjudul “HAKIKAT DAN KEGUNAAN ILMU” ini bisa
terselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafaatnya di dunia maupun di
akhirat nanti.
Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan
Antariksa sebagai pengampunya yaitu Dewi Sartika, S.Pd., M.Pd. Materi dalam
makalah ini bersumber dari gabungan buku-buku dan internet yang bisa dipercaya
kebenarannya.
Sebagai
pemula makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan
saran sangat dibutuhkan agar kesalahan-kesalahan dalam makalah ini dapat
diperbaiki pada pembuatan makalah selanjutnya. Terakhir saya ucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terkhusus bagi saya
sendiri.
Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salambunong, 20 Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar
Belakang Masalah ...............................................................................1
B. Rumusan
Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan
Penulisan ..........................................................................................2
D. Manfaat
Penulisan ........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
................................................................................3
A. Filsafat
Ilmu .................................................................................................3
B. Hakikat
Ilmu ..............................................................................................13
C. Kegunaan
Ilmu ...........................................................................................15
BAB III PENUTUP .......................................................................................17
A. Kesimpulan
................................................................................................17
B. Saran
..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Ilmu
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Ilmu sangat
penting untuk manusia, bisa kita katakan bahwa dari kecil sampai sekarang kita
bisa menjalani hidup dengan baik karena adanya ilmu yang berperan sebagai
penuntun hidup kita. Contoh salah satu ilmu yang sejak kecil berperan sebagai
penuntun hidup kita adalah ilmu agama. Selain ilmu agama, masih banyak
ilmu-ilmu lain yang berperan penting bagi manusia.
Ilmu
pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari usaha-usaha manusia
baik untuk memahami realitas kehidupan dan alam semesta maupun untuk
menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi, serta mengembangkan dan
melestarikan hasil yang sudah dicapai oleh manusia sebelumnya. Lahirnya ilmu
tidak terpisahkan dari dunia filsafat dalam hal ini filsafat ilmu. Dimana
filsafat ilmu ini mengkaji tentang hakikat ilmu.
Saat
ini banyak orang yang menuntut atau mempelajari ilmu, tapi sebagian masih belum
tahu apa sebenarnya ilmu itu? Sampai di mana ilmu hendak dicapai? Mengapa kita
harus mempelajari ilmu? Apa kegunaan ilmu? Apakah ilmu itu akan kita gunakan
suatu saat nanti? Karena masih banyaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka
dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Hakikat dan Kegunaan Ilmu”.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu filsafat ilmu?
2.
Apa itu hakikat ilmu?
3.
Apa kegunaan ilmu?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa
itu filsafat ilmu.
2.
Untuk mengetahui apa
itu hakikat ilmu.
3.
Untuk mengetahui
kegunaan ilmu.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan informasi tentang hakikat
dan kegunaan ilmu, serta untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat sains.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat
Ilmu
a.
Pengertian
Filsafat Ilmu
Secara umum filsafat ilmu adalah
suatu bidang studi filsafat yang obyek materinya berupa ilmu pengetahuan dalam
berbagai jenis dan perwujudannya.
Pengertian filsafat ilmu menurut
para ahli yaitu:
1. Menurut
Robert Ackerman, filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang
dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas
bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
2. Menurut
A. Cornelius Benjamin (dalam The
Liang Gie, 19 : 58), memandang filsafat ilmu sebagai berikut : “That
philosophic which is the systematic study of the nature of science, especially
of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general
scheme of intellectual disciplines”. Filsafat ilmu menurut Benjamin merupakan
cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu,
khususnya mengenai metode, konsep-konsep, pra anggapan-pra anggapan, serta
letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.
3. Menurut
Michae V. Berry, berpendapat bahwa
filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah
dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
4. Menurut
Stephan R. Toulmin, mengemukakan
bahwa sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu adalah unsur-unsur yang terlibat
dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola
perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra anggapan-pra
anggapan metafisis dan seterusnya, selanjutnya menilai landasan-landasan bagi
kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis dan
metafisika.
5. Menurut
Jujun Suriasumantri, memandang
filsafat ilmu sebagai bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan mengenai hakikat iilmu sebagai berikut:
·
Kelompok pertanyaan
pertama antar lain: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki dari
objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tanggap
manusia?
·
Kelompok pertanyaan
kedua: Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan filsafat ilmu
agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang dimaksud dengan
kebenaran? Dan seterusnya.
·
Kelompok pertanyaan
ketiga: Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu? Bagaimana kaitan antara
cara menggunakan ilmu dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Dan seterusnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah
bagian dari epistemologi dan secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
b.
Pembagian
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Filsafat
ilmu alam
Filsafat ilmu alam (Philosophy of Nature)
adalah filsafat yang berusaha untuk menjelaskan kejadian alam, sifat-sifatnya
dan hukum-hukumnya secara teoritis dan menyeluruh. Pada masa lalu filsafat ilmu
alam tidak dapat dipisahkan dengan ilmu-ilmu eksakta. Filsafat ilmu alam adalah
ilmu-ilmu eksakta itu sendiri bagi orang Yunani, atau dia adalah ilmu alam yang
menjadi lawan dari etika, metafisika dan estetika. Pada masa itu filsafat alam
mencakup isi buku-buku yang dikarang oleh Aristoteles (384-322 SM) seperti: Al-Sima’ Al-Thabî’î yang berbicara
tentang gerak, waktu dan tempat, Al-Nafs yang
membahas tentang kehidupan dengan berbagai bentuknya, Al-Kawn wa Al-Fasâd yang
berisi tentang kejadian benda dan kehancurannya, dan Al-Hayawân yang memuat studi ilmiah tentang binatang. Selain itu
filsafat ilmu alam juga mencakup Holyzoisme, yaitu teori yang memandang bahwa
alam semesta adalah sesuatu yang hidup dan berakal.
Filsafat ilmu alam yang dimiliki oleh
bangsa Yunani ini kemudian berpindah ke Arab dan Barat dengan pengertian yang
tak jauh berbeda. Bahkan sampai abad XVIII yang dimaksud dengan filsafat ilmu
alam di Barat tak lain adalah ilmu-ilmu eksakta. Baru pada perkembangan
terakhir, di saat cabang-cabang ilmu menemukan kemerdekaan dan melepaskan diri dari
induknya (filsafat) dapat dipisahkan antara ilmu-ilmu eksakta dan filsafat ilmu
alam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu alam (dengan
pengertian klasik) adalah cikal bakal bagi lahirnya ilmu-ilmu eksakta modern.
Berikut akan dijelaskan mengenai para filosof ilmu alam dan cabang-cabang ilmu
alam, yaitu:
Ø Para
filosof ilmu alam yaitu:
1) Thales
Thales adalah seorang filosof yang berasal
dari Miletos, sebuah koloni Yunani di Asia kecil. Thales disebut sebagai bapak
filsafat Yunani sebab dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Namun sayang,
filsafatnya tidak pernah ditulisnya sendiri, hanya dismpaikan dari mulut ke
mulut melalui murid-muridnya. Dia berkelana ke berbagai negeri. Salah satunya
adalah mesir, dimana dia diceritakan pernah menghitung tinggi pyramid dengan
cara mengukur bayangannya pada saat yang tepat, ketika panjang bayangannya
sendiri sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan
terjadinya gerhana matahari secara tepat, pada 585 SM. Thales beranggapan bahwa
sumber dari segala sesuatu adalah air. Dia percaya bahwa seluruh kehidupan
berasal dari air dan akan lembali ke air. Dia beranggapan seperti itu mungkin,
karena selama perjalanannya dimesir, dia pasti telah mengamati tanaman yang
mulai tumbuh di daratan delta sungai Nil setelah surut dari banjir. Barangkali
dia juga sempat mengamati, bahwa katak dan cacing muncul dari tanah yang lembab
(tanah berair). Dia juga seorang ahli politik yang terkenal di Miletus saat itu
masih ada kesempatan baginya untuk mempelajari ilmu matematik dan astronom.
2) Anaximander
Anaximander adalah filosof kedua setelah
Thales yang berasal dari Miletos juga, dia adalah salah satu murid Thales.
Anaximander ini beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu dari banyak
dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu yang disebutnya sebagai “yang tak
terbatas”. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang dimaksudnya tersebut,
tapi tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan tentang suatu zat yang
dikenal sebagaimana yang dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudnya adalah
bahwa zat yang menjadi sumber segala sesuatu, pastilah berbeda dengan sesuatu
yang dihasilkannya tersebut, karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka
sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah ‘tidak
terbatas’. Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa
seperti air ataupun yang dapat kita lihat. Meskipun tentang teori asal kejadian
alam tidak begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap dan cerdas dia
tidak mengenal ajaran Islam atau yang lainnya.
3) Anaximenes
Anaximenes adalah filosof dari Miletos yang masa hidupnya
kira-kira 570-526 SM. Dia adalah murid dari Anaximander. Teorinya tentang alam
adalah bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap”. Anaximenes
tentunya mengenal teorinya Thales menyangkut air. Akan tetapi dia menyangkal
pendapatnya Thales, ‘dari manakah asalnya air tersebut’. Anaximenes beranggapan
bahwa air adalah udara yang dipadatkan. kita mengetahui bahwa ketika hujan
turun, air diperas dari udara. Jika air diperas lebih keras lagi, ia akan
menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana tanah dan
pasir terperas dari es yang meleleh. Dia juga beranggapan bahwa api
adalah udara yang dijernihkan. Oleh karenanya air, tanah dan api tercipta dari
udara. Pandangan filsafatnya tentang kejadian alam ini sama dasarnya
dengan pandangan gurunya. Ia mengajarkan bahwa barang yang asal itu satu dan
tidak berhingga.
4) Parmenides
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof dikoloni Yunani
Elea di Italia Selatan. “orang-orang Elea” ini tertarik pada masalah ini. Yang
paling penting diantara filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540-480 SM).
Parmenides beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada.
Gagasan ini tidak asing bagi rakyat Yunani. Mereka menganggap sudah selayaknya
bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini abadi. Tidak ada sesuatu yang dapat
muncul dari ketiadaan, dan tidak ada sesuatu yang menjadi tiada, pikir
Parmenides. Namun Parmenides membawa gagasan itu lebih jauh lagi. Dia
beranggapan bahwa tidak ada yang disebut perubahan actual, tidak ada sesuatu
yang berbeda dari sebelumnya. Parmenides sadar bahwa indranya melihat dunia ini
selalu berubah, tapi dia lebih memilih akal daripada indranya. Dia yakin bahwa
indra-indra manusia memberikan gambaran yang tidak tepat tentang dunia, suatu
gambaran yang tidak sama dengan gambaran akal manusia. Keyakinan yang tidak
tergoyahkan pada akal manusia disebut rasionalisme. Rasionalisme adalah
seseorang yang percaya bahwa akal manusia merupakan sumber utama pengetahuan
tentang dunia. Dalam masalah ini Parmenides mengemukakan dua pandangan yaitu:
·
Bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah.
·
Bahwa persepsi indra kita tidak dapat dipercaya
5) Heraclitus
Rekan sezaman Parmenides adalah Heraclitus yang hidup
kira-kira 540-480 SM. Dia berasal dari Ephesus di Asia kecil. Menurut
Heraclitus, tidak ada satupun hal di alam semesta ini yang bersifat tetap,
semuanya mengalir dan berada dalam proses ‘menjadi’. Ia terkenal dengan
ucapannya panta rhei kai uden menei yang berarti, semuanya mengalir dan
tidak ada sesuatu pun yang tinggal tetap. Dia beranggapan bahwa perubahan terus
menerus adalah ciri alam yang paling
mendasar. Dapat dikatakan, bahwa Heraclitus mempunyai keyakinan yang
lebih besar pada apa yang dilihatnya dari pada yang dirasakannya. “segala
sesuatu terus mengalir”, kata Heraclitus. Segala sesuatu mengalami perubahan
terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang menetap, karena itu kita
‘tidak dapat melompat di sungai yang sama’. Heraclitus mengemukakan bahwa dunia
itu dicirikan dengan adanya kebalikan. Jika, kita tidak pernah sakit, maka kita
tidak akan pernah tahu seperti apa sehat itu, jia kita tidak pernah lapar kita
tidak akan tahu bagaimana rasanya kenyang, jika kita tidak pernah miskin, kita
tidak akan pernah tahu bagaimana kaya itu, dan lain sebagainya. Sebagaimana
Parmenides, Heraclitus mengemukakan dua pandangan tentang alam ini, yaitu:
·
Bahwa segala sesuatu berubah.
·
Bahwa persepsi indra kita dapat dipercaya.
6) Empedocles
Mungkin,
kedua filosof di atas saling bertentangan, akan tetapi di sini, Empedocles akan
menengahi kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut. Empedocles adalah
filosof dari Sicilia. Dia hidup kira-kira 490-430 SM. Empedocleslah yang
menuntun kedua filosof tersebut Parmenides dan Heraclitus keluar dari kekacauan
yang telah mereka masuki itu. Dia menganggap bahwa mereka benar dalam satu sisi
dan salah dalam sisi yang lain. Ia mengajarkan bahwa alam ini pada mulanya satu
yaitu disatukan oleh cinta. Cinta merupakan kodrat yang membawa bersatu dan
bercampur. Tetapi alam yang satu tadi dipecah oleh benci yang mana benci
membalikkan semua keadaan tersebut sehingga semua terpisah-pisah dan tidak ada
yang bercampur lagi. Dalam keadaan yang dikuasai oleh benci tersebut barang
satu-satunya pun tidak ada, yang ada hanyalah air yang tidak bercampur
sedikitpun juga. Air jelas tidak dapat berubah menjadi kupu-kupu atau yang
lain. Air murni akan selalu menjadi air. Maka, Parmenides benar dengan
keyakinannya, bahwa ‘tidak ada sesuatu yang berubah’. Namun, pada saat yang
sama dia membenarkan pendapatnya Heraclitus, bahwa kita harus mempercayai apa
yang ditangkap indra kita. Bahwa, ‘alam ini berubah’. Empedocles menyimpulkan,
bahwa gagasan mengenai zat dasar itulah yang harus ditolak, baik air atau udara
semata-mata tidak dapat berubah menjadi kupu-kupu ataupun serumpun bunga mawar
yang begitu cantik dan indah. Sumber alam tidak mungkin hanya satu unsur saja.
Empedocles yakin bahwa alam ini terdiri dari empat unsure yaitu tanah, air, api
dan udara. Semua proses alam terjadi karena bergabung atau terpisahnya empat
unsur tersebut.
Ø Cabang-cabang
imu alam yaitu:
1) Astronomi
Astronom
adalah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti
bintang, komet, planet dan galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi
diluar atmosfer bumi.
2) Biologi
Biologi
atau ilmu hayat mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah ‘biologi’ dipinjam
dari bahasa belanda biologi yang juga diturunkan dari bahasa yunani, Bios
(hidup) dan Logos (ilmu). Istilah ilmu hayat dipinjam dari bahasa arab juga
berarti ilmu kehidupan.
3) Ekologi
Ekologi
ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dengan
lain-lain. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar
mahluk hidup maupun antar mahluk hidup dengan lingkungannnya.
4) Fisika
Fisika
adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika
mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan
waktu.
5) Geologi
Geologi
adalah ilmu sains yang mempelajari bumi.
6) Kimia
Kimia
adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi struktur dan sifat zat atau
materi dari kala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta
interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga
mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk
menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik.
2. Filsafat ilmu sosial
Ilmu sosial
(Inggris: social science) atau ilmu
pengetahuan sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari
aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini
berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah
dalam mempelajari manusia, termasuk metode kuantitatif dan kualitatif.
Ilmu sosial dalam mempelajari aspek-aspek
masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural,
sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun
sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif.
Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian
sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan 1ingkungan yang
mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa
aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metode kuantitatif dan
kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan
manusia serta implikasi dan konsekuensinya. Ilmu-ilmu sosial selama
bertahun-tahun telah menjadi arena sejumlah kritik. Ilmu sosial secara garis
besar dianggap sebagai ‘ilmu yang tidak mungkin’. Argumentasi yang ada melihat
bahwa gejala sosial adalah terlalu rumit untuk diselidiki. Ilmu sosial, yang
membahas mengenai seluruh seluk beluk kehidupan manusia, dianggap tak mampu
menangkap ke-kompleksitas-annya. Manusia memiliki gejala dan perilaku yang
selalu berubah-ubah, inilah yang mendasari munculnya argumentasi tersebut.
Namun, pandangan ini muncul disebabkan oleh kesalahan pada pemahaman tentang
hakikat ilmu.
Dalam
struktur realitas, ilmu sosial berada dalam level ke empat. yakni merupakan
ilmu yang membahas dalam ranah relasi atas manusia. Dari situ dapat diketahui
bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang bersifat banyak (plural). Sebab, ilmu
sosial berjalan dalam pembahasan relasi atas manusia, dan pada dasarnya,
manusia bersifat kompleks, berbeda satu sama lain. Setiap pribadi memiliki
modelnya masing-masing, oleh karena itu, ilmu sosial pun bersifat banyak atau
plural. Setelah mengetahui objek dari ilmu social, dapat ditarik kesimpulan
bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang berada dalam struktur-struktur, dan
mengambil bagian yang menentukan proses alam (imanen). Ilmu sosial bukanlah sesuatu
yang berada jauh di atas hal-hal yang terdapat dalam pengalaman (transenden),
seperti halnya Tuhan.
Berbeda
dengan ilmu alam, ilmu sosial cenderung bersifat berubah-ubah, ilmu sosial
memandang kebenaran tidak berifat mutlak, yang ada hanya mendekati kebenaran,
Ia bergantung pada keadaan objek yang dikaji, dalam ilmu sosial saat ini, belum
tentu sama dengan beberapa abad lalu atau yang akan datang. Ilmu sosial tidak
dapat diprediksi seperti halnya ilmu alam karena objek-objek dari ilmu sosial
berbeda dalam bentuk, struktur serta sifatnya. Dalam buku filsafat komunikasi
tulisan Dr. phil. Astrid S. Susanto, 1976. Disebutkan, bahwa ilmu sosial
bergerak dalam bidang mencari kebenaran ataupun pembentukan pikiran-pikiran
yang dianggap benar dalam masyarakat. Sehingga dapat dilihat bahwa ilmu sosial
berada dalam ruang lingkup rohani atau tidak nampak.
Dalam
pertanyaan terakhir dalam ontologi yang memprtanyakan masalah bernilai atau
tidaknya sebuah objek, tentunya ilmu sosial sangat bernilai. Hal itu dapat
diketahui dengan berkembangbya ilmu sosial saat ini. Selain itu, ilmu sosial
selalu menjadi kajian dan perdebatan hangat dalam forum-forum diskusi.
Mengingat kembali objeknya bersifat unik dan sangat kompleks.
B. Hakikat Ilmu
a.
Pengertian
Hakikat Ilmu
Hakikat
ilmu terbagi atas dua kata yakni hakikat dan ilmu, masing-masing kata ini memiliki
makna kata yang berbeda. Kata “hakikat” dalam filsafat diartikan sebagai
pemahaman atau hal yang paling mendasar. Selain itu hakikat juga diartikan
sebagai yang sebenarnya, sesungguhnya, kebenaran, dan kepunyaan sah. Oleh sebab
itu, nama lain dari hakikat adalah kebenaran. Sementara kebenaran itu sendiri
adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya.
Adapun kata “ilmu” (science) dapat
diartikan sebagai serangkaian keterangan yang teratur, sistematis, rasional,
logis, empiris, universal, objektif, terbuka, dapat diukur serta dapat diuji
kebenarannya baik secara teoritis dan empiris. Selain itu ilmu dapat juga
diartikan sebagai seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Jadi,
hakikat ilmu adalah pemahaman mendasar tentang serangkaian keterangan yang
dapat dibuktikan baik secara teoritis maupun empiris.
b.
Syarat-Syarat
Ilmu
Untuk dapat disebut sebagai ilmu,
maka harus memenuhi syarat-syarat ilmu berikut ini yaitu:
1.
Objektif
Suatu ilmu harus bersifat Objektif.
Dengan kata lain, suatu ilmu harus bersifat menyeluruh dan tidak hanya dapat
dilihat dari satu sudut pandang saja. Suatu ilmu seharusnya memiliki objek
kajian yang masih berkaitan dengan ilmu itu sendiri. Ilmu tersebut haruslah
sesuai dengan kenyataan, bukan hanya sebuah pemikiran yang belum dapat
dipastikan atau diuji kebenarannya.
2.
Metodis
Metodis adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara
tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.
Sistematis
Dalam kaitannya untuk mengetahui dan
menjelaskan suatu objek, suatu ilmu haruslah bersifat sistematis. Artinya ilmu
harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
4.
Universal
Universal artinya umum. Jadi suatu
ilmu haruslah merupakan suatu kebenaran yang bersifat umum, tidak bersifat
tertentu.
c.
Karakteristik
Ilmu
Ada beberapa karakteristik ilmu
yaitu:
1.
Objektif (Ilmu merupakan
hal-hal yang sebenarnya, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional
subjektif).
2.
Koheren (Pernyataan
atau susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan).
3.
Reliabel (Dapat
dipercaya).
4.
Valid (Produk dan
cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan
(validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal).
5.
Generalisasi (Suatu
kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum).
6.
Akurat (Penarikan kesimpulan
memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi).
7.
Prediksi (Ilmu dapat memberikan
daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal).
C. Kegunaan Ilmu
1.
Ilmu sebagai alat Eksplanasi
Berbagai
ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat untuk
membuat eksplanasi kenyataan yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap sebagai
suatu studi tentang masalah-masalah eksplanasi. Menurut T Jacob yang dikutip
Ahmad Tafsir dalam Emi Fatmawati, “Sains merupakan suatu sistem eksplanasi yang
paling dapat diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam memahami masa
lampau, sekarang, serta mengubah masa depan”.
Sebagai
contoh, ketika itu ada sebuah sepeda motor tua, dengan knalpot yang berasap
tebal berwarna putih dengan jalan terseok-seok dan tidak bisa berlari kencang.
Dari gejala yang timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang
perbengkelan, bisa membuat eksplanasi atau penjelasan kepada pemilik motor
mengapa begitu. Itulah kegunaan ilmu sebagai eksplanasi.
2.
Ilmu sebagai alat Peramal
Tatkala
membuat ekplanasi, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab gejala
tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat
melakukan ramalan. Dalam temuan ilmuwan, ramalan disebut prediksi untuk
membedakan ramalan embah dukun. Sebagai contoh: motor tadi, seorang mekanik
bisa memprediksi jika pemilik motor tidak mau merawat motor dan lalai mengganti
oli, maka ring sehernya akan cepat menipis dan oli mesin akan terbakar dan
menyebabkan asap menjadi tebal dan berwarna putih.
3.
Ilmu sebagai alat Pengontrol
Eksplanasi
sebagai bahan membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu membuat ramalan
berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol. Contoh: Agar motor
kita awet, motor kita harus diservis dan ganti oli tiap 2000 km, sehingga
tingkat keausan mesin dapat ditekan dan diperlambat, jadi motor kita akan
tetap awet.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Filsafat ilmu adalah
bagian dari epistemologi dan secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan
ilmiah). Filsafat ilmu terbagi menjadi dua yaitu:
filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu sosial.
2.
Hakikat ilmu adalah
pemahaman mendasar tentang serangkaian keterangan yang dapat dibuktikan baik
secara teoritis maupun empiris.
Syarat-syarat
ilmu dapat dibagi menjadi 4, yaitu: objektif, metodis, sistematis dan
universal. Sedangakan karakteristik ilmu dapat dibagi menjadi 7, yaitu:
objektif, koheren, reliabel, valid, generalisasi, akurat dan prediksi.
3.
Kegunaan ilmu yaitu:
ilmu sebagai alat eksplansi, ilmu sebgai alat peramal dan ilmu sebagai alat
pengontrol.
B.
Saran
Manusia
diharapkan dapat menjadikan ilmu sebagai pedoman untuk mencari sebuah kebenaran
yang hakiki. Dengan demikian diharapkan manusia dapat lebih bisa berpikir
kritis yang positif serta dapat menjadi manusia yang bijaksana dalam menghadapi
segala permasalahan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Yuliani, Riski.
2014. Hakikat dan Kegunaan Ilmu.
Tersedia pada: http://yulianiriski.blogspot.com/2014/01/hakikat-dan-kegunaan- ilmu.html?m=1
(diakses pada tanggal 28 Maret 2019).
Lutur, Elen M.
2016. Hakikat dan Kegunaan Ilmu.
Tersedia pada: http://elmalutur.blogspot.com/2016/05/normal-0-false-false-false-in-x- none-x.html?m=1
(diakses pada tanggal 28 Maret 2019.
Syaeful, Ahmad.
2014. Ilmu Pengetahuan. Tersedia
pada: http://asyaeful18.blogspot.com/2014/10/foto.html?m=1
(diakses pada tanggal 1 April 2019).
Burhanuddin,
Afid. 2013. Pengertian dan Ruang Lingkup
Filsafat Ilmu. Tersedia pada: https://www.google.com/amp/s/afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/ 21/pengertian-dan-ruang-lingkup-filsafat-ilmu-3/amp/#ampshare
(diakses pada tanggal 1 April
2019).
Darmawan, Ari.
2015. Filsafat Ilmu Alam dan Ilmu Sosial.
Tersedia pada: http://aridarmawan95.blogspot.com/2015/10/filsafat-ilmu-alam-dan-ilmu- sosial.html?m=1
(diakses pada tanggal 2 April 2019)
Sudrajat,
Akhmad. 2008. Pengertian dan
Karakteristik Ilmu. Tersedia pada: www.google.com/amp/s/akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/hakik at-ilmu/amp/#ampshare
(diakses pada tanggal 2 April 2019)
Heriyanto, Peri.
2013. Syarat-syarat Ilmu. Tersedia
pada: http://lembahbanyu.blogspot.com/2013/04/syarat-syarat-ilmu.html?m=1 (diaskses pada tanggal 2 April 2019)
Saripedia. “ _ ” . Ilmu. Tersedia pada: https://saripadia.wordpress.com/tag/syarat- syarat-ilmu/ (diakses pada
tanggal 2 April 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar